SANG PENJAGA WARISAN DAN PENYUSUN SEJARAH BLAMBANGAN
Sebuah Biografi Thomas Racharto
(oleh Andre Waluyo – founder GATA)
Thomas Racharto, lahir pada 7 Maret 1944 di Desa Sukoreno, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember, merupakan sosok yang menghidupkan sejarah dengan gairah dan dedikasinya.
Sejak muda, dia telah merajut kisah panjang dari Desa Sukoreno ke dunia sejarah yang luas dan mendalam.
Pendidikan dan Awal Pengalaman
Thomas menapaki pendidikannya dengan tekun. Dia belajar di Akademi Maritim Tambunbungai Surabaya dari tahun 1962 hingga 1965, lalu melanjutkan studi di Universitas Katholik Sanata Dharma Yogyakarta, meraih Diploma 1 dalam Pembangunan Masyarakat pada tahun 1967. Walaupun ia sempat mengalami putus kuliah dalam perjalanan pendidikannya, semangat dan rasa ingin tahu tidak pernah pudar.
Pengabdian, Pembelajaran, dan Kepemimpinan
Dalam rentang hidupnya, Thomas Racharto adalah arsitek pengabdian dan kepemimpinan yang menginspirasi. Dengan integritas yang kokoh dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia membimbing banyak orang menuju masa depan yang lebih baik.
Peran Thomas sebagai Kuasa Usaha wilayah Jatim dalam Ikatan Sosial Katholik Tani, Nelayan, dan Buruh Pancasila dari tahun 1968 hingga 1975 mencerminkan dedikasinya pada kesejahteraan masyarakat. Pengalaman internasionalnya pun tidak bisa diabaikan. Dalam Seminar Agricultural Workers di Hongkong pada tahun 1973, dia bukan hanya peserta, tetapi juga berkontribusi aktif, membawa pulang pengetahuan yang berharga untuk diterapkan di tanah air.
Namun, Thomas tidak berhenti di situ. Dia memperdalam pengetahuannya dengan mempraktikkan seni memelihara udang windu (Japonicus Batae) melalui artificial breeding di Yashima Senta (center) Gyo-Gyo Kumiai of Kagawa Ken, Jepang, selama 1975-1976. Keahlian ini tak hanya mencerminkan ketekunannya, tetapi juga menghadirkan pengetahuan baru bagi komunitas lokalnya.
Sebagai penghubung antara budaya dan pengetahuan, Thomas membuka kursus Bahasa Jepang (BHS Jepang) dari tahun 1977 hingga 1979. Inisiatif ini menciptakan peluang bagi banyak orang untuk menjelajahi dan menghargai kekayaan bahasa dan budaya Jepang.
Di ranah politik, Thomas adalah suara yang didengar. Melalui peran sebagai Anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi dan Propinsi Jawa Timur (Partai Golkar) selama 4 periode, dari tahun 1971 hingga 1992, ia menjembatani harapan masyarakat dengan pemerintahan. Dengan wawasan luas dan pengalaman mendalamnya, ia membawa perspektif global ke dalam keputusan lokal.
Semua pengalaman berharga ini bukan hanya sekadar pencapaian individu, tetapi juga warisan yang diberikan oleh Thomas kepada komunitasnya. Ia adalah teladan nyata tentang bagaimana dedikasi, pembelajaran, dan keberanian dapat membentuk masa depan yang lebih baik bagi banyak orang.
Koleksi dan Penyelamatan Warisan
Namun, kecintaannya pada sejarah membawanya ke jalur unik. Sejak tahun 1971, ia memulai perjalanan mengumpulkan artefak dari sekitar situs Tembokrejo di Banyuwangi, yang membuka jendela ke masa lalu Balambangan. Koleksi ini menjadi landasan untuk pendirian Omahseum, tempat di mana sejarah hidup melalui artefak-artefaknya.
Thomas bukan hanya seorang kolektor; dia adalah seorang peneliti, mengejar jawaban atas setiap pertanyaan tentang artefak yang ia temukan.
Pemelihara Sejarah Lokal
Pada usianya yang ke-70 pada 7 Maret 2014, Thomas mendirikan OMAHSEUM dengan visi sederhana: menyimpan artefak seperti di museum, tetapi dalam suasana rumah keluarga. OMAHSEUM menjadi wadah bagi pengetahuan dan kecintaannya pada Balambangan.
Tahun 2024, dengan semangatnya yang tak kenal lelah, Thomas merilis buku monumental, "Balambangan Kuno Abad XIII-XIV", sebuah karya rintisan yang menggali sejarah Kabupaten Banyuwangi hingga 7 abad yang lalu.
Pengungkapan dan Pendidikan
Buku "Balambangan Kuno Abad XIII-XIV" bukan hanya membuka jendela, tapi membongkar pintu gerbang sejarah. Melalui pengetahuannya, Thomas tidak hanya menyelamatkan warisan nenek moyangnya, tetapi juga memberikan sumber pendidikan sejarah yang berharga untuk generasi mendatang. Koleksinya, yang pernah tersembunyi dalam Omahseum, kini tersedia untuk umum, mengajak semua orang untuk merasakan kekayaan sejarah Balambangan.
Thomas Racharto, dengan dedikasinya pada sejarah lokal dan kegigihannya yang menginspirasi dalam rangka mengungkap sejarah, terus membimbing kita dalam perjalanan menyelami masa lalu dan menghargai akar-akar nenek moyang kita. Lewat pengetahuan, goresan tangan dan mata hatinya, warisan Balambangan terus hidup, menceritakan kisah-kisah lama kepada dunia yang terus berubah.
Seperti dalam sebuah pepatah Batak yang menjadi favorit Thomas Racharto , "Dipunpun na salada, dipahembang na salangit".
Dalam konteks ini, pepatah tersebut mengajarkan bahwa ketika seseorang menyembunyikan atau mengambil sesuatu hanya untuk dirinya sendiri, hal tersebut mungkin akan tetap kecil dan terbatas. Namun, jika dia berbagi atau memberitahukan kepada orang lain, maka hal tersebut dapat berkembang dan meluas, mirip dengan langit yang luas.
Ini adalah pelajaran tentang kebijaksanaan dalam berbagi pengetahuan, pengalaman, atau kekayaan dengan orang lain agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar dan meluas.
SHARE HALAMAN INI